KONOTASI HIDUPKU

Pada suatu ketika dari kejauhan kumelihat sebuah gunung menjulang tinggi. Sangat indah bila dipandang mata. Menarik hatiku hingga membuat kuingin mendaki dan menguasai puncaknya yang indah itu.
Tak jauh dari tempat aku berdiri, kulihat seseorang yg terpana dan terkagum melihatnya. Dia berjalan menghampiriku dan mulai bercerita,
Dia : ”Aku kagum pada gunung itu!”
Aku : ”Benarkah?”
Dia : ”Ya!”
Hanya beberapa kalimat itu yang terucap dari bibirnya. Aku pun memahami apa maksud dari ucapannya.
Hari silih berganti. Hampir setiap hari aku dapat melihat gunung itu dari kejauhan ataupun sesekali ku bermain di kakinya. Di tempat itu terdapat perumahan penduduk. Mereka mengenaliku karna aku sering berada di sana. Lama-kelamaan mereka mulai menyemangatiku ”Dakilah gunung itu jika kau mau!” ucap kebanyakan orang dari mereka.
Selama itu pula aku mengenali ada seseorang yang selalu terdiam dari kejauhan memandangi dan menikmati indahnya pemandangan si gunung. Ya! Itulah orangnya. Seseorang yang dulu pernah menceritakan kekagumannya.
Tak beberapa lama, ia mulai berani mendekat ke kaki gunung seperti apa yang kulakukan. Dia pun mulai mendaki. Tanpa teman, seorang diri. Aku hanya dapat memandanginya dari bawah. Sesekali ia menoleh kearahku, dengan senyum yang mengejek seakan menghinaku yang terlihat tidak memiliki keberanian untuk mendaki sepertinya.
Hatiku mulai tergugah. ”Aku juga bisa mendaki sepertimu, bahkan aku pasti bisa mencapai puncak itu lebih dahulu” ucapku. Entah apa yang ada dalam benak ku. Sombong? Ya, mungkin itu yang paling tepat menggambarkan isi hatiku saat itu.
Akhirnya, aku memulai pendakianku. Dalam hatiku membara sebuah tekad untuk memenangkan pendakian ini lalu aku dapat menebar senyum di atas puncak itu. Dengan mudah, aku mampu melewati orang yang telah mengejekku. Ya, aku telah berhasil mendahuluinya. Senyum sinis pun kudaratkan untuknya dari dalam hatiku.
Terdengar jelas teriakan penyemangat dari arah kaki gunung. Di sana ada sekumpulan orang yang meyakini bahwa aku pasti berhasil. Namun mereka tidak tahu, bahwa tak hanya aku yang sedang berjuang menaklukan gunung itu. Ada juga orang lain yang bahkan sesekali harus terjatuh.
Sekarang aku sudah berada di tengah gunung itu. Perjalananku jelas selesai sesaat lagi.
Tetapi entah mengapa semakin tinggi aku mendaki, semakin kencang angin yang menerpa tubuhku. Angin itu seakan ingin menjatuhkanku. Pesaingku itu sesekali berada tepat dibelakangku, namun aku selalu menghalanginya untuk mendahuluiku. Sungguh diriku kejam sekali saat itu. Wajahku yang selalu tersenyum manis kepadanya seakan menjadi topeng penutup bahwa did alam hatiku tak menginginkannya menjadi pemenang.
Di lain tempat, dikaki gunung itu ada seseorang yang baru saja datang. Tak tahu apa tujuannya, entah ingin mendaki juga atau hanya sekedar bermain ditempat itu. Tanpa disadari orang itupun ikut mendaki. Sungguh mudah tanpa rintangan dia mampu dengan cepat sampai di separu perjalanan. Tapi yang mengherankan, jika ia telah dekat dengan puncak ia akan kembali turun ke bawah dan kembali bermain di kaki gunung itu.
Aku tak pernah menganggapnya sebagai sainganku, karna diwajahnya selalu tersirat sebuah senyuman manis untukku, bahkan sesekali ia pun ikut menyemangatiku. Sungguh baik dirinya dan tentu semakin besar keinginanku untuk sampai di puncak gunung yang indah ini.
Di hatiku selalu muncul perasaan bangga, sombong, dan angkuh seakan akulah yang paling bisa. Padahal dalam hatiku masih terdapat sebuah keraguan. Entah bisa atau tidak aku memenangkan semua ini. Tapi dia yang selalu tersenyum manis itu tetap tidak pernah tahu bahwa aku berkeinginan besar untuk menguasai puncak gunung itu dan menjadi pemenang.
Saat ini aku sedang berisitirahat, mengumpulkan semua tenagaku. Tapi saat ini pula, hatiku mulai di landa gelisah. Aku melihatnya, seseorang yang tak kuanggap saingan itu terus berjalan kearah puncak, sesekali ia menengok kearahku memberi senyuman. ”Apa maksud dihatinya?” selalu itu yang menjadi pertanyaanku. Sungguh aku mulai memiliki firasat yang buruk. Terus kupandangi ia dari kejauhan.
Tiba-tiba ku teringat sesuatu, mataku tertuju kepada dia pendaki yang selalu memberi seyum sinisnya kepadaku itu sedang beristirahat juga, namun ia masih berada jauh dibelakangku. ”Seandainya dia tahu, apa yang ada dihadapanku saat ini tentu ia pasti akan merasakan gelisah yang sedang kurasakan saat ini karna jauh didepan sana ada seseorang yang hampir sampai di puncak.” ucapku.
Ketika aku mengembalikan pandanganku kearah puncak, sungguh mataku terpana, seketika badanku tak dapat bergerak, darahku yang mengalir seolah berhenti, nafasku sesak, hatiku seakan sedang dicabik, paru-paruku seakan tak mampu lagi menarik oksigen, jantungku seakan tiba-tiba hancur. Apa yang ada dihadapan ku saat ini sangat membuat ku HANCUR!
Sungguh aku tak dapat mempercayainya. Dia yang pernah memberiku semangat agar aku mampu mencapai puncak gunung itu, kini sedang menebar senyum tepat di puncak yang aku impikan. Ya, sekarang sudah jelas terlihat, DIALAH PEMENANGNYA! Dialah yang berhasil menebar senyum kemenangan itu.
Secara bersamaan, tiba-tiba terjadi badai besar yang menuju hanya kearahku. Aku pun terjatuh, badanku seakan tak mampu lagi menahan terpaan angin kencang itu. Aku terperosok jauh kebawah. Dan aku berusaha bertahan dengan berpegang erat pada sebuah batang pohon. Aku terus bertahan, berusaha keras agar aku tidak semakin jatuh jauh kebawah sana. Entah sampai kapan aku mampu terus bertahan. Dia sang pemenang ataupun dia si pesaing yang telah aku sakiti tak mengetahui apa yang sedang terjadi padaku, mereka tak tahu bahwa saat ini aku sedang terjatuh tanpa pertolongan.
Sungguh aku tidak dapat membayangkan hal apa yang akan terjadi pada sainganku itu, bahwa di puncak sana telah berada seseorang sebagai pemenang. Mungkin dia akan jatuh dan terperosok lebih dalam dan lebih sakit daripada yang aku alami saat ini. Sungguh tak terbayang kata-kata yang akan terucap dari semua orang yang berada dibawah sana dan sedang menunggu kabar kemenangan dariku seperti apa yang mereka harapkan.
Saat ini, aku tak memiliki kekuatan untuk bergerak lagi. Entah untuk berusaha bangkit dan berusaha mendaki kembali ataupun kekuatan untuk turun kebawah. Aku tak tahu sekuat apa diriku menghadapi semua ini.

Comments