“Kamu sang sutradara sekaligus pemeran utama. Kamu berhak menentukan
akhir cerita. Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya seseorang yang kau ajak untuk
bermain peran.”
Kenapa kamu berhenti sayang? Kenapa
kamu menyerah? Bukankah kamu yang membuat awal kisah ini? Membuat segalanya
menjadi sangat dramatis dengan adegan-adegan tak terduga yang kau lakukan?
Apa kamu lelah? Apa kamu tak
berani melanjutkan cerita ini? Sayang sekali.
Kita sama-sama lelah. Kita sama-sama
terluka oleh jarak. Tapi lihat, aku baik-baik saja. Aku percaya waktu. Aku percaya
adakalanya kita diizinkan bertemu. Bukan masalah hati yang kau risaukan tapi
ketakutan akan ketidakmampuan. Percaya sayang, kamu tidak berjuang sendiri. Jika
kamu terluka begitupun aku. Jika kamu saja menangis, bagaimana aku? Bukan hanya
kamu tapi kita, sayang.
Aku tidak akan memintamu untuk
tetap tinggal jika kau memang berpikir lebih baik untuk pergi. Aku tidak akan
menahan langkahmu hanya untuk membuatmu tersiksa. Kau boleh melangkah keluar jika
kau memang tak mampu. Aku sedih memang. Tapi tak apa.
Aku menghargai segala pilihanmu,
setinggi aku menghargai saat kau memilihku memerankan peran ini. Kamu sang
sutradara sekaligus pemeran utama. Kamu berhak menentukan akhir cerita. Aku bukan
siapa-siapa. Aku hanya seseorang yang kau ajak untuk bermain peran.
Lalu, haruskah aku ucapkan selamat
tinggal dengan air mata yang tidak seharusnya terjatuh karenamu? Sudahlah. Aku hanya
perlu berterimakasih untuk segala hal-hal indah yang tidak terlupakan. Aku sayang
kamu.
Comments
Post a Comment