“Bukan pengkhianatanmu yang aku tangisi, melainkan caramu pergi. Berlalu
tanpa sesal dan permintaan maaf.”
Sayang, ketika kisah ini harus
berakhir, adakah rasa sakit di dadamu seperti yang kurasakan? Ketika kau harus
melangkah pergi, adakah rasa ragu yang menghantui hatimu?
Pertanyaan terakhirku yang sampai
sekarang tak pernah kutemui jawaban dari bibirmu sungguh menyakitkan. Aku harus
pergi karena dia.
Maaf aku sempat menahanmu untuk
pergi. Maaf aku sempat ragu untuk melepasmu. Bukan aku mengemis hatimu, tapi
aku hanya ingin melihatmu sebagai pria yang masih punya harga diri.
Menyelesaikan segalanya bukan berlari dalam diam.
Aku masih tidak percaya bahwa ini
bukan mimpi. Aku masih belum percaya
bahwa pertemuan yang aku paksakan kemarin adalah saat aku harus mengakhiri
segalanya. Saat terakhir aku memandangmu sebagai milikku sekaligus bukan lagi
siapa-siapa.
Terimakasih atas segala hal yang
buatku jatuh hati, sejak pertama hingga terakhir kali. Aku tidak akan
membencimu, sayang. Kau akan tetap menjadi dirimu yang kukenal pertama kali. Aku
percaya, kau membuatku tersenyum tidak seperti caramu membuatnya tersenyum.
Mencipta senyum dengan air mata orang lain.
Memang aku kecewa atas semua ini.
Aku ingin berteriak memakimu. Sehina inikah caramu dipertemuan kita kemarin? Bukan
pengkhianatanmu yang aku tangisi, melainkan caramu pergi. Berlalu tanpa sesal
dan permintaan maaf.
Comments
Post a Comment