Intanku, lengan terkuatku.

Tuhan, aku pernah memilih dia untuk jadi yang terbaik.
Aku berjuang melawan segala hal yang menghalangi kebersamaan kami.
Dari awal hingga detik ini, aku tidak pernah ragu untuk merendahkan diri.
Mungkin ini salah, karna aku bukanlah Engkau Yang Maha Penentu Kehidupan.
Tapi Tuhan, bukankah Kau tau seberapa besar jurang dihadapanku yang harus ku lompati hanya untuk mendapatkannya? Menjadi kawan terburuk dimata banyak orang kala itu.
Aku berjanji dalam hati untuk selalu menjaga dan menggenggam dia dihadapan mereka yang mengenalku buruk, agar aku tidak menjadi pecundang bodoh yang memecahkan piala kaca itu setelah memenangkan segalanya.
Kujadikan ia lenganku yang kuat dan tangguh.
Kutempa dia agar menjadi intan mahal yang diinginkan semua orang.

Bukankah si pemahat patung juga seringkali melukai jarinya sendiri? Jika kayu itu bisa bicara mungkin dia akan menjerit merasakan sakit. Namun si pemahat tetap meneruskan pekerjaannya. Menciptakan karya bernilai tinggi. Mengubah seonggok kayu yang belum bernilai menjadi karya cipta luar biasa.

Begitupun aku Tuhan....
Jika "kami" akan menjadi takdir-Mu, aku ingin memilikinya dalam keadaan sempurna suatu hari nanti. Meski untuk menjadikannya sempurna harus melukai diriku sendiri.
Tuhan, jika aku harus menjual intan berhargaku ini, bukan sekarang waktunya.
Aku telah menemukan pantulan cahaya terindah dari lekuk-lekuk sisinya. Dan aku, masih ingin memilikinya.


Kau tau? Seberapa terlukanya aku ketika harus terperosok jatuh?
Lantas setelah Tuhan mengizinkan aku menjadi pendaki hebat selanjutnya, aku turun dengan mudahnya meninggalkan puncakku? TIDAK!
Aku berjalan turun dengan kaki yang penuh luka bekas pendakianku kemarin. Berharap ada yang menolongku tapi aku sendirian.
Aku berjalan turun dengan sisa-sisa tenagaku kemudian aku bersembunyi dibalik semak belukar dipertengahan jalan.
Aku tidak pernah benar-benar turun. Aku hanya ingin berisitirahat sejenak untuk mengobati lukaku sendiri. Dan sekarang ketika aku ingin kembali mendaki menemuimu diatas sana angin kencang menghempaskan aku.
Aku terjungkal dengan rasa sakit disekujur tubuh.



Maaf jika aku pernah melukai mu, cinta.
Jika kau gambarkan dirimu seperti keset yang telah kuinjak-injak, kesetmu itu berduri! Karna setiap aku menginjakmu, telapak kakiku semakin terluka.
Selama ini mungkin yang kau lihat hanya wajahku yang tidak lagi dihiasi sinar cinta ketika memandangmu. Tapi andai kau tau, punggungku ini penuh luka!

Seharusnya aku tidak lagi mampu berdiri untuk menghampirimu. Sedangkan aku selalu berusaha sekuat tenaga untuk tetap berdiri tegak. Meskipun kamu, yang kujadikan lengan terkuatku tak pernah menopangku untuk tetap bertahan.
Setiap kau membalikan tubuhmu aku terjatuh, sayang.

Apakah sekarang aku tidak lagi pantas meminta lengan terkuatku untuk menopangku?
Apakah sia-sia segala daya upayaku untuk menciptamu, lengan terkuatku?

Maaf sayang, mungkin kali ini aku akan benar-benar terjatuh dan mati.
Penuh luka tanpa ada lagi sisa tenaga.
Sedangkan engkau lengan terkuatku akan digunakan untuk merangkul tubuh yang lain.
Dan pohon yang kutanam dipuncak sana, juga akan meneduhkan tubuh yang lain.


Comments